Senin, 30 Juni 2014

Tari Tayub Asal Suku Samin

Tari Tayub Asal Suku Samin

Suku Samin menjunjung Tinggi Adat Istiadat, disini saya akan membahas bagaimana ciri dari tari tayub itu sendiri.
Ajakan joget dari sang wanita penari Tayub ini disimbolkan dengan peletakan selendang pada leher penonton laki-laki. Para lelaki yang telah diikat dengan seledang pada lehernya tidak dapat menolak ajakan si penari. Atas jasanya, kemudian para penari tayub akan
 mendapatkan uang/sawer. Semakin banyak sawer yang diberikan, maka si penari Tayub semakin lama berjogetnya. Mereka terus menari dengan diiringi satu unit musik gamelan Jawa berupa ketuk, kenong, kempol, gong suwukan, terompet, kendang dan angklung. Selain itu, para penari Tayub biasanya juga mendendangkan lagu-lagu ataupun syair-syair Jawa seperti gurindam yang berisi nasehat-nasehat bijak, seperi nasehat untuk membina rumah tangga dengan baik.

Tarian Tayub atau tayuban adalah kesenian tradisional khas suku Jawa-Indonesia, Kesenian ini sangat populer di kalangan masyarakat Jawa karena tampilannya yang atraktif, dinamis, estetis dan ekspresif. Dengan menggunakan pakaian khas orang Jawa tempo dulu, seperti penggunaan Jarit (kain panjang untuk pakaian bawahan) serta selendang yang terikat dileher, para perempuan penari tayub menari dengan begitu lemah gemulai untuk menghibur dan mengajak berjoget para penonton.

Suku Samin Di Blora

Untuk memenuhi tugas Ilmu Budaya Dasar mengenai suku-suku di Indonesia, saya akan menuliskan tentang kebudayaan Suku Samin yang sudah sedikit saya ketahui, heran kan kenapa saya bisa tau? Flashback dikit ya gauys, waktu studytrip jaman SMA, sekolah saya mengadakan kunjungan ke daerah Blora, tepatnya untuk memahami dan mendalami kebudayaan dan kegiatan suku samin. Yuk check it out. Selamat Membaca, semoga bermanfaat ^,^


SUKU SAMIN
Kata Pengantar
Samin Surosentiko lahir pada tahun 1859 di Desa Ploso, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.  Ayahnya bernama Raden Surowijaya atau lebih dikenal Samin Sepuh. Nama ini kemudian dirubah menjadi samin, yaitu sebuah nama yang bernafas kerakyatan. Pada tahun 1890, Samin Surosentiko mulai mengembangkan ajarannya di daerah Klopoduwur, Blora. Banyak penduduk di desa sekitar yang tertarik akan ajarannya, sehingga dalam waktu singkat sudah banyak masyarakat yang menjadi pengikutnya. Nama samin sendiri memiliki arti “thiyang sami-sami amin” yang artinya sekelompok orang yang senasib dan sepenanggungan. Orang-orang samin tidak suka dipanggil dengan sebutan “wong samin” karena sebutan tersebut mengandung arti tidak baik yaitu sekelompok orang yang tidak mau membayar pajak kepada Belanda. Masyarakat samin (sedulur sikep) lebih suka disebut “wong sikep”