Secara spiritual, tujuan manusia
hidup di dunia adalah untuk menyembah Tuhan serta melaksanakan perintah dan
menjauhi laranganNya. Pada dasarnya, di dalam semua agama diperintahkan untuk
menebar kebaikan dan kedamaian di muka bumi, maka dari itu kita sebagai manusia
harus mengamalkannya. Salah satu cara menjaga kedamaian antar sesama adalah
dengan memiliki sikap toleransi. Toleransi adalah sikap menghargai orang lain
secara sosial, budaya dan agama. Dengan melakukan sikap toleransi maka kita
sudah menghargai hak asasi manusia seseorang dan pastinya akan mendapatkan
manfaat positif, seperti kehidupan yang harmonis di dalam bermasyarakat. Contoh
toleransi adalah dengan menghargai pendapat serta tindakan orang lain dan agama
yang dianut oleh orang lain. Di dalam Undang-Undangan Dasar Negara Indonesia
Tahun 1945, sudah tertera mengenai Hak Asasi Manusia pada pasal 28, dari point
A sampai dengan J. Pada pasal 28 E berisikan tentang kebebasan memeluk agama
dan beribadah menurut agamanya, meyakini kepercayaannya serta kebebasan untuk
mengeluarkan pendapat. Pada pasal 28 J berisikan tentang setiap orang wajib
menghormati hak asasi manusia orang lain serta setiap orang wajib tunduk kepada
undang-undang yang telah ditetapkan. Maka dari itu, sebagai manusia yang
berakal dan bijaksana, kita haruslah bertoleransi dalam segala aspek kehidupan.
Ketika saya duduk dibangku SMA, saya
aktif berorganisasi dalam kegiatan non-akademik di sekolah. Organisasi atau
ekstrakulikuler yang saya tekuni adalah Paskibra dan ketika kelas 11 menjadi
anggota MPK sekolah dikarenakan menjadi ketua kelas saat itu. Menjadi seorang
anggota Paskibra selain ditempa secara fisik dan mental, juga ditempa secara
intelektual serta karakter. Dari ekskul Paskibra saya mengerti arti
kekeluargaan, solidaritas dan toleransi. Banyak hal yang saya dapatkan dari
kegiatan non-akademik, contoh pertama adalah saya selalu dijadikan sebagai
salah satu kandidat dari ekskul Paskibra dalam setiap acara pemilihan jabatan
di organisasi OSIS untuk menjawab setiap pertanyaan dari berbagai anggota
organisasi lain di dalam suatu forum tertutup. Di forum tersebut, saya
mengamalkan nilai-nilai toleransi yang telah saya dapatkan dari senior-senior
kepada saya dengan mempersilahkan setiap kandidat mengemukakan pendapatnya
dalam menjawab setiap pertanyaan dengan mendengarkan secara seksama serta tidak
menjatuhkan kandidat lain.
Suatu ketika, seorang senior saya
yang menjabat sebagai ketua paskibra saat saya masih menjadi junior, beliau
pernah memberikan wejangan yang sangat berarti bagi saya, dengan penuh
kebijaksaan dia mengatakan :
"Kalian
1 pasukan. 1 salah, semuanya salah. 1 jelek, semuanya jelek. 1 bagus, tidak
bikin semuanya jadi bagus. Jangan egois".
Sesungguhnya, saya sangat mengagumi
sosok senior saya tersebut. Beliau sosok yang bijaksana dan sangat bertoleransi.
Wejangan tersebut sangat melekat di otak saya sampai saat ini. Ketika saya
menjadi senior, saya mengucapkan kalimat tersebut kepada junior-junior saya.
Menurut saya wejangan tersebut bagaikan virus yang harus ditularkan ke generasi
berikutnya di eksul paskibra agar nilai-nilai kebaikan tetap utuh tidak
terhapus oleh perkembangan zaman. Saat saya menjadi senior dan saya memegang
jabatan penting dalam organisasi, saya tetap mengamalkan nilai-nilai toleransi
terhadap teman seangkatan dan kepada junior-junior saya. Setiap adanya
permasalahan ataupun suatu rencana, saya selalu mengadakan rapat dan menanyakan
kepada setiap anggota bagaimana pendapat mereka dan langkah apa yang harus
dicapai untuk menyelesaikannya. Serta saling menghargai dengan keputusan yang
telah dibuat. Dengan bermusyawarah, segala hal akan menjadi lebih mudah
dilaksanakan dan dilalui. Dengan mendengarkan pendapat orang lain pula, maka
orang tersebut akan merasa lebih dihargai.
Contoh kedua yang saya dapatkan dari
aktif berorganisasi adalah memiliki keluarga kedua yaitu teman-teman
seperjuangan yang melalui susah dan senang bersama. Berasal dari beberapa kelas
yang berbeda, beberapa karakter serta beberapa kepercayaan yang berbeda. Namun
dari perbedaan tersebut yang membuat kami menjadi memiliki satu rasa dan satu
jiwa. Saya menanamkan rasa pengertian sesama anggota, karena bagi saya ketika
salah satu anggota sakit maka semuanya akan merasa sakit. Jika dianalogikan
dengan tubuh manusia, ketika kepala terasa pusing maka seluruh tubuh akan
berkurang daya gunanya. Sesungguhnya, saya belajar menjadi seorang pemimpin
dengan bercermin kepada senior saya tersebut. Saya sangat mengagumi dan
menghormati beliau karena sikapnya yang bijaksana dan sangat bertoleransi,
terutama dalam hal beragama. Agama beliau adalah protestan, sedangkan agama
angkatan kami saat itu mayoritas islam. Ketika kami latihan dibulan Ramadhan,
beliau ikut berpuasa bahkan ikut berbuka puasa bersama kami. Ketika ditengah
latihan dan suara adzan berkumandang, beliau memberikan instruksi parade yang
artinya yang berada di dalam barisan untuk bersikap istirahat ditempat dan diam
tanpa melakukan apapun selain berkedip dan bernafas. Beliau pula yang selalu mengingatkan
kami yang muslim untuk selalu sholat tepat waktu. Sikap yang beliau contohkan
kepada kami, saya jadikan sebagai pacuan untuk bisa menjadi pemimpin yang baik
dan bijaksana pula seperti beliau. Pada
saat istirahat disela-sela latihan, kami sering sharing mengenai ajaran-ajaran
di agama masing-masing, dan kami pun jadi memiliki wawasaan baru mengenai
ajaran agama-agama lain dengan tidak menjelekkan atau bahkan mendoktrin bahwa
agama lain adalah salah. Selain itu, ketika kami harus melaksanakan latihan
ekstra yang biasanya dilakukan pada hari libur, yaitu hari minggu maka kami pun
harus mengerti anggota non-muslim yang harus beribadah ke gereja. Jika mereka
beribadah pagi, maka kita akan melaksanakan latihan siang sampai sore hari,
namun jika mereka beribadah sore hari maka kami akan melaksanakan latihan dari
pagi sampai siang hari. Jika diharuskan latihan full-time dari pagi hingga
sore, maka kami yang beragama muslim akan mempersilahkan anggota yang non-muslim
untuk meninggalkan latihan sementara waktu untuk dapat beribadah ke gereja.
Sebelum memulai ataupun mengakhiri latihan, kami selalu berdoa di dalam pasukan
dengan instruksi berdoa menurut kepecayaan dan gaya masing-masing. Yang
dimaksud gaya masing-masing adalah cara kami berdoa apakah dengan menengadahkan
tangan ataupun menangkupkan tangan, ataupun dengan hanya menundukkan kepala
serta memejamkan mata. Hal tersebut tidak dipermasalahkan asalkan dilakukan
secara benar, khusyuk dan tidak mengganggu anggota lain.
Kesimpulannya adalah dengan adanya
sikap toleransi antar sesama maka akan menciptakan keseimbangan serta
keharmonisan dalam bersosialisasi. Perbedaan yang membuat kehidupan menjadi lebih
berwarna. Angkatan kami saling menyayangi, mempercayai dan memiliki solidaritas
yang tinggi. Bagi saya, sebuah perubahan dan keharmonisan harus dilakukan dari
dalam diri masing-masing. Jangan pernah mengharapkan untuk dihargai jika diri
kita tidak bisa menghargai orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar